Peristiwa.co, Jakarta - Dibalik peristiwa invasi Rusia terhadap Ukraina membuat berbagai macam komoditi di pasar internasional bergerak liar dalam merespon situasi yang sedang terjadi, dari naiknya harga minyak dan batu bara serta gas membuat sebagian perusahaan yang bergerak di bidang Energi mengalami lonjakan harga yang cukup signifikan.
Hal ini juga dirasakan oleh pengusaha pertambangan batu bara di Indonesia akibat imbas meningkatnya eskalasi ketegangan geopolitik antara Rusia - Ukraina membuat harga komoditas batubara global melambung tinggi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) telah menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) pada bulan Maret 2022 sebesar USD203,69 per ton atau naik USD15,31 per ton dari bulan Februari lalu, yaitu USD188,38 per ton.
Baca Juga : Berikut Dampak yang Harus Diantisipasi Indonesia Jika Konflik Rusia-Ukraina Terus Berlanjut
"Konflik ketegangan geopolitik yang terjadi di Eropa Timur antara Rusia dan Ukraina menyebabkan ketidakpastian pada pasokan gas," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Senin 7 Maret 2022.
Rusia, sambung Agung, merupakan salah satu produsen gas terbesar di dunia sehingga adanya konflik tersebut menyebabkan terjadinya kendala pasokan gas di Eropa. "Negara-negara Eropa bahkan mulai beralih ke batubara sebagai sumber energi," jelasnya.
HBA sendiri merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.
Nantinya, harga ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).
Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.